Scientific Conference IV (part 2)

Pendahuluan

Di negara-negara dunia, rebakan bandar sering menjadi permasalahan apalagi untuk negara dengan pertumbuhan bandar yang cepat dan banyak pendatang (migrant) miskin dari desa menuju ke bandar. Rebakan Bandar terjadi kerana dua sebab iaitu pertumbuhan penduduk alami oleh selisih kelahiran dengan kematian masyarakat Bandar, dan dari luar akibat migrasi. Guna memenuhi kebutuhan keseharian, masyarakat perlu bekerja apalagi saat sekarang harga barang-barang semakin tinggi. Keterbatasan lapangan kerja menyebabkan sebagian memilih bekerja sebagai pekerja informal dengan penghasilan minim. Masuknya pendatang ini pada sisi lain menuntut perlunya penegakan undang-undang (polisi) oleh pengelola bandar sehingga rebakan bandar sejalan dengan rancangan bandar yang disusun.

Mengingat penduduk terus bertambah sedangkan luas lahan relative tetap maka pemilihan lokasi hunian penduduk menuju arah luar Bandar. Pinggiran Bandar menjadi alternative pilihan hunian kerana di pinggiran bandar harga lahan lebih murah dan kondisi udara yang masih baik. Penduduk yang semula menyewa rumah, dengan semakin meningkat pendapatannya maka sebagian penduduk memilih bermukim di luar bandar agar memiliki rumah tingal sendiri. Sebagian penduduk yang berpenghasilan rendah dengan terpaksa menempati rumah tinggal yang sempit dan kumuh memunculkan fenomena slum dan squatter.

Sebagian penduduk yang tidak mampu secara ekonomi, terpaksa bermukim di daerah genangan air yang tidak sehat. Musim kemarau tergenang oleh air laut pasang untuk yang bermukim di daerah pantai), dan musim hujan tergenang oleh banjir air hujan.

Rumah mukim dan fasilitas pendukung di daerah pantai seperti jalan, saluran drainase, tiang listrik, barang elektronik menjadi rusak akibat banjir. Masyarakat yang mampu akan berpindah ke tempat lain, tetapi masyarakat yang miskin tidak ada pilihan selain tetap bertempat tinggal disana walaupun terjadi ancaman bencana.

Salah satu bandar dengan urbanisasi dan pertumbuhan bandar yang cepat adalah Wilayah Klang-Langat meliputi Daerah Pentadbiran Kuala Lumpur, Negeri Sembilan, dan Selangor. Bukit yang seharusnya menjadi daerah tangkapan hujan (recharge area) dijadikan sebagai mukim dan kampong baru sebagai akibat terbatasnya lahan di pusat bandar. Dampaknya adalah air larian permukaan (surface runoff) semakin tinggi dan menurunnya resapan air (inviltrasi), semakin banyak vegetasi yang hilang sehingga udara semakin panas. Impak lainnya adalah terjadi longsor dan banjir kilat di beberapa tempat di Klang Langat.

Permasalahan lainnya adalah keberadaan Rancangan Tata Ruang Negeri mahupun Tempatan masih belum dapat diimplementasikan dalam mencapai tata ruang yang ramah persekitaran. Terlalu banyak kepentingan sosial ekonomi yang mempengaruhi pelaksanaan Rancangan Tata Ruang, sehingga fungsi persekitaran yang lestari terabaikan. Rancangan yang disusun masih baik dalam teori konsep, tetapi kerana tidak dapat diimplementasikan maka keberadaannya tidak mampu memformat bandar agar terkendali.

Berdasarkan permasalahan ini, penulis ingin membuat sebuah studi model rebakan bandar di Klang-Langat. Model ini membandingan antara kondisi saat ini dengan literature. Kedua nya dibandingkan terutama aspek spasial. Guna melengkapi dilakukan kajian aspek social ekonomi dan temporal sehingga dapat diperoleh perbedaan tata guna lahan, trend perkembangan bandar, kultur, pendekatan manusia dalam pembinaan, perbandingan komunitas masyarakat miskin dan lemah, serta tingkat respek terhadap alam, etnis, dan tanggung jawab spiritual.

Rujukan

Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur. 1993. Istilah Geografi. Selangor: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka.

Hall, Peter. 2008. Planning World, return to Tradition to learn for tomorrow, the Journal of Town and Country Planning Association 77[2] February 2008. London. Email Brian.Moffat@tcpa.org.uk PTSL HT166 T6

Jackson, L.S. 2002. Consensus process in land use planning In British Columbia: the nature of Success: Progress in Planning 57(2002) halaman 1-90. www.elsevier.com/locate/pplann, PTSL HT 167 p7.

Pritchet, W.E., 2008. Which urban Crisis? Reionalism, Race, and Urban Policy, 1960-1974. Journal of Urban History, Vol 34 number 2 January 2008. SAGE Publications, North Caroline. http://www.sagepub.com/ PTSL HT 111 J68

Zhou, Bin; Kara M. Kockelman, 2008. Neighborhood impact on land use change: a multinomial logit model of spatial relationships, An International Journal of Urban, Regional and Environmental Research and Policy, Springer, USA springer.com. p 321-340 ptsl ht 390 a55

Penulis

Mochamad Rosul
Pelajar Ph.D Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)
Email : mrosul@yahoo.com
Web: http://mrosul.blogspot.com/